Bagaimana Nabi Memilih Obat?
Dalam pengobatan, Nabi SAW biasa mengobati dirinya
sendiri, selain itu Nabi juga memerintahkan orang lain untuk
melakukan pengobatan sendiri. Beliau menyuruh hal ini kepada
keluarga dan juga para sahabatnya. Nabi dan para sahabat tidak
terbiasa menggunakan obat-obatan kimia yang biasa disebut
Eqrobadjin (farmasi). Kebanyakan obat yang mereka gunakan
adalah makanan sehat alami. Terkadang makanan sehat tersebut
dicampurkan dengan makanan lain sebagai pelarut atau
pengemulsi. Penambahan ini sejatinya bertujuan untuk
menghilangkan bentuk aslinya yang kasar, dan juga untuk
menambah khasiat antar makanan tersebut. Obat-obatan seperti
ini juga sudah digunakan di berbagai Negara pada zaman dahulu.
Kalangan medis juga sepakat bahwa selama penggunaan
makanan sehat sudah cukup untuk digunakan dalam pengobatan
maka tidak perlu menggunakan obat tambahan. Selama bisa
menggunakan obat-obatan sederhana tidak perlu menggunakan
obat-obatan kimia (sintetik). Mereka menegaskan, ‘‘Setiap penyakit
yang masih bisa diatasi dengan makanan sehat dan pencegahan,
tidak memerlukan obat-obatan.’’ Hal ini bukan berarti menafikan
khasiat obat konvensional (sintetik), hanya saja ada beberapa
kelebihan obat herbal yang tidak dimiliki obat-obatan sintetik.
Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati
Menurut penuturan dari dr. Joseph Novaks, anggota senior
American Medical Association bahwa tubuh manusa tidak pernah
didesain untuk menjadi sakit. Allah membekali manusia dengan
system sekuriti yang cukup tangguh untuk menangkal segala
bentuk ancaman bagi tubuh yang dating dari daam tubuh sendiri
seperti sel-sel yang telah tua dan berpotensi menjadi
keganasan/kanker dan ancaman dari luar yaitu lingkungan
berupa mikroorganisme dan bahan-bahan lainnya.
Sekuriti itu adalah sistem imunitas tubuh, merupakan
semua mekanisme yang digunakan untuk mempertahankan
keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang
ditimbulkan oleh berbagai bahan dari lingkungan hidup. Sistem
keamanan tubuh yang berupa “respons imun” diperlukan untuk
tiga hal yaitu:
1. Pertahankan ditujukan untuk infeksi mikroorganisme,
2. Homeostasis (keseimbangan tubuh), mengeliminasi komponen
tubuh yang sudah tua,
Dalam pengobatan, Nabi SAW biasa mengobati dirinya
sendiri, selain itu Nabi juga memerintahkan orang lain untuk
melakukan pengobatan sendiri. Beliau menyuruh hal ini kepada
keluarga dan juga para sahabatnya. Nabi dan para sahabat tidak
terbiasa menggunakan obat-obatan kimia yang biasa disebut
Eqrobadjin (farmasi). Kebanyakan obat yang mereka gunakan
adalah makanan sehat alami. Terkadang makanan sehat tersebut
dicampurkan dengan makanan lain sebagai pelarut atau
pengemulsi. Penambahan ini sejatinya bertujuan untuk
menghilangkan bentuk aslinya yang kasar, dan juga untuk
menambah khasiat antar makanan tersebut. Obat-obatan seperti
ini juga sudah digunakan di berbagai Negara pada zaman dahulu.
Kalangan medis juga sepakat bahwa selama penggunaan
makanan sehat sudah cukup untuk digunakan dalam pengobatan
maka tidak perlu menggunakan obat tambahan. Selama bisa
menggunakan obat-obatan sederhana tidak perlu menggunakan
obat-obatan kimia (sintetik). Mereka menegaskan, ‘‘Setiap penyakit
yang masih bisa diatasi dengan makanan sehat dan pencegahan,
tidak memerlukan obat-obatan.’’ Hal ini bukan berarti menafikan
khasiat obat konvensional (sintetik), hanya saja ada beberapa
kelebihan obat herbal yang tidak dimiliki obat-obatan sintetik.
Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati
Menurut penuturan dari dr. Joseph Novaks, anggota senior
American Medical Association bahwa tubuh manusa tidak pernah
didesain untuk menjadi sakit. Allah membekali manusia dengan
system sekuriti yang cukup tangguh untuk menangkal segala
bentuk ancaman bagi tubuh yang dating dari daam tubuh sendiri
seperti sel-sel yang telah tua dan berpotensi menjadi
keganasan/kanker dan ancaman dari luar yaitu lingkungan
berupa mikroorganisme dan bahan-bahan lainnya.
Sekuriti itu adalah sistem imunitas tubuh, merupakan
semua mekanisme yang digunakan untuk mempertahankan
keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang
ditimbulkan oleh berbagai bahan dari lingkungan hidup. Sistem
keamanan tubuh yang berupa “respons imun” diperlukan untuk
tiga hal yaitu:
1. Pertahankan ditujukan untuk infeksi mikroorganisme,
2. Homeostasis (keseimbangan tubuh), mengeliminasi komponen
tubuh yang sudah tua,
3. Pengawasan, menghancurkan sel-sel yang bermutasi, terutama
yang menjadi ganas.
Maka sebenarnya tubuh itu didesain untuk sehat, tidak
untuk sakit. Maka sebaiknya apa pun pengobatan, sebenarnya
pencegahan tetap lebih baik, karena pencegahan berarti
menghilangkan sebab timbulnya penyakit itu sendiri.
Dalam buku Thibbun Nabawi, Ibnu Qayyim membagi
tindakan pencegahan terhadap penyakit menjadi dua macam,
yaitu pencegahan dari hal-hal yang dapat menimbulkan sakit, dan
dari hal-hal yang memperparah penyakit yang sudah ada,
sehingga penyakitnya tidak bertambah parah.
Cara yang pertama disebut pencegahan penyakit bagi orang
sehat. Sedangkan cara yang kedua adalah tindakan preventif bagi
orang sakit. Kalau orang sakit mampu melakukan tindakan
preventif, maka penyakitnya bisa dicegah agar tidak semakin
parah, sehingga ia bisa meningkatkan stamina untuk mengusir
penyakit tersebut.
Secara tersirat, Allah telah menjelaskan hal ini dalam salah
satu firman-Nya,
Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan, atau kembali dari
tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang
baik (bersih)…. (Al-maidah [5]:6)
Dalam ayat ini, orang sakit dicegah menggunakan air saat
wudhu, karena air – pada kasus penyakit tertentu – bisa
membahayakan kesehatan tubuhnya. Berarti pencegahan
terhadap sebab-sebab timbulnya penyakit atau sesuatu yang
menyebabkan penyakit bertambah parah sangat ditekankan.
Kesimpulannya, pencegahan itu adalah obat terbaik terhadap
penyakit, bisa mencegah timbulnya penyakit atau setidaknya
mencegah agar penyakit itu tidak semakin parah dan melebar.
Kadangkala seseorang menginginkan sesuatu yang
sebenarnya dilarang karena akan semakin memperparah sakitnya.
Dalam hal ini menurut Ibnul Qayyim tidak mengapa diberikan
dengan beberapa catatan. Hal ini diperbolehkan jika si sakit betulbetul
menginginkannya. Makanan yang dilarang tersebut (karena
akan memperparah penyakit) boleh dikonsumsi asal sedikit dan
dalam takaran yang mampu dicerna dengan baik.
Hal itu tidak akan berbahaya, bahkan akan berguna. Karena
kondisi tubuh dan lambung akan saling terikat oleh rasa suka dan
senang, keduanya akan secara kooperatif menghalau hal-hal yang
dikhawatirkan bahayanya. Bisa jadi, akan lebih berguna daripada
mengonsumsi obat yang tidak disukai oleh pasien. Dalam hal ini
menurut Ibnul Qayyim bahwa penyembuhan itu tidak semata
dipengaruhi oleh faktor obat, namun faktor psikis dan diterimanya
obat oleh tubuh juga memiliki pengaruh penting pada kesehatan
yang menjadi ganas.
Maka sebenarnya tubuh itu didesain untuk sehat, tidak
untuk sakit. Maka sebaiknya apa pun pengobatan, sebenarnya
pencegahan tetap lebih baik, karena pencegahan berarti
menghilangkan sebab timbulnya penyakit itu sendiri.
Dalam buku Thibbun Nabawi, Ibnu Qayyim membagi
tindakan pencegahan terhadap penyakit menjadi dua macam,
yaitu pencegahan dari hal-hal yang dapat menimbulkan sakit, dan
dari hal-hal yang memperparah penyakit yang sudah ada,
sehingga penyakitnya tidak bertambah parah.
Cara yang pertama disebut pencegahan penyakit bagi orang
sehat. Sedangkan cara yang kedua adalah tindakan preventif bagi
orang sakit. Kalau orang sakit mampu melakukan tindakan
preventif, maka penyakitnya bisa dicegah agar tidak semakin
parah, sehingga ia bisa meningkatkan stamina untuk mengusir
penyakit tersebut.
Secara tersirat, Allah telah menjelaskan hal ini dalam salah
satu firman-Nya,
Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan, atau kembali dari
tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang
baik (bersih)…. (Al-maidah [5]:6)
Dalam ayat ini, orang sakit dicegah menggunakan air saat
wudhu, karena air – pada kasus penyakit tertentu – bisa
membahayakan kesehatan tubuhnya. Berarti pencegahan
terhadap sebab-sebab timbulnya penyakit atau sesuatu yang
menyebabkan penyakit bertambah parah sangat ditekankan.
Kesimpulannya, pencegahan itu adalah obat terbaik terhadap
penyakit, bisa mencegah timbulnya penyakit atau setidaknya
mencegah agar penyakit itu tidak semakin parah dan melebar.
Kadangkala seseorang menginginkan sesuatu yang
sebenarnya dilarang karena akan semakin memperparah sakitnya.
Dalam hal ini menurut Ibnul Qayyim tidak mengapa diberikan
dengan beberapa catatan. Hal ini diperbolehkan jika si sakit betulbetul
menginginkannya. Makanan yang dilarang tersebut (karena
akan memperparah penyakit) boleh dikonsumsi asal sedikit dan
dalam takaran yang mampu dicerna dengan baik.
Hal itu tidak akan berbahaya, bahkan akan berguna. Karena
kondisi tubuh dan lambung akan saling terikat oleh rasa suka dan
senang, keduanya akan secara kooperatif menghalau hal-hal yang
dikhawatirkan bahayanya. Bisa jadi, akan lebih berguna daripada
mengonsumsi obat yang tidak disukai oleh pasien. Dalam hal ini
menurut Ibnul Qayyim bahwa penyembuhan itu tidak semata
dipengaruhi oleh faktor obat, namun faktor psikis dan diterimanya
obat oleh tubuh juga memiliki pengaruh penting pada kesehatan
0 comments:
Post a Comment